Muqaddimah
Alhamdulillahirabbil ‘alamin, shalawat serta salam semoga terjurahkan kepada junjungan kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga dan seluruh shabatnya.
Tulisan yang ada di hadapan pembaca ini adalah bagian pertama dari seri “diraasat manhajiyah fiil qadhiyah al filistiniyah” (kajian
sistematik/metodologis tentang issu Palestina). Kajian ini dimaksudkan
untuk melakukan ekstensifikasi kepedulian intelektual dan kebangsaan
berkenaan dengan issu Palestina. Ini merupakan seri kajian ilmiah dan
dokumentatif yang membahas berbagai sisi dalam masalah issu Palestina,
sebagai pengantar bagi siapa saja yang ingin – kelak di kemudian hari –
melakukan kajian dalam bidang yang lebih spesifik (spesialis keilmuan
tentang Palestina).
Buku “ardhu filistin wa sya’buha”
(Tanah dan Bangsa Palestina) ini berbicara tentang tanah Palestina dari
sisi sejarah dan geografi, kedudukannya dalam Islam, menangkis
klaim-klaim Yahudi yang menyatakan mereka lebih berhak atas tanah
Palestina. Juga berbicara mengenai perkembangan permukiman Yahudi dan
perampasan mereka atas tanah Palestina, mengungkapkan kebohongan dan
kepalsuan klaim-klaim yang mengatakan bahwa rakyat Palestina telah
menjual tanah mereka kepada orang-orang Yahudi. Kemudian berbicara
mengenai al Quds dan tindak penodaan terhadap tempat-tempat suci Islam
berupa upaya-upaya penggusuran, pencaplokan, penghancuran dan
yahudisasi.
Selanjutnya buku ini berbicara tentang pembentukan
komunitas bangsa Palestina sepanjang sejarah, mengenai rakyat Palestina
yang berada di wilayah-wilayah Palestina yang diduduki Israel sejak
tahun 1948, mengenai kehidupan mereka di Tepi Barat dan Jalur Gaza,
kondisi mereka di luar Palestina dan menjelaskan penderitaan orang-orang
Palestina serta berbagai aksi pembantaian dan penyiksaan yang mereka
alami. Kami memohon kepada Allah subhanahu wata’ala agar menjadikan amal
ini tulus karena-Nya, Dzat Yang Maha Mulia.
Penulis
—
BAGIAN PERTAMA
Tanah Palestina
Palestina:
Palestina
adalah sebuah nama untuk menyebut wilayah Barat Daya negeri Syam.
Sebuah wilayah yang terletak di bagian barat benua Asia dan bagian
pantai timur Laut Tengah. Palestina terletak di titik strategis penting,
karena dianggap sebagai penghubung antara benua Asia dan Afrika, di
samping sebagai sentra yang mempertemukan wilayah dunia Islam.
Nama
klasik yang terkenal untuk sebutan negeri ini adalah “tanah Kan’an”,
karena yang pertama kali bermukim di sini yang dikenal dalam sejarah
adalah bangsa Kan’an, mereka datang dari Jazirah Arab sekitar 2500 tahun
S.M. Adapun nama Palestina sendiri diambil dari salah satu
bangsa-bangsa pelaut, kemungkinan mereka datang dari daerah barat Asia
kecil dan wilayah laut Ijah sekitar abad ke 12 S.M. Nama ini diketemukan
diukiran Mesir dengan nama “Ba Lam Sin Ta, PLST”. Adapun penambahan Nun
“N” kemungkinan untuk menunjukan kata plural atau jama’. Mereka
bermukim di wilayah-wilayah pesisir dan berasimilasi dengan orang-orang
Kan’an dalam waktu yang tidak terlalu lama. Namun orang-orang Kan’an
memberikan nama buat tanah wilayah tersebut dengan nama mereka
(orang-orang Palestina).
Mengenai bentuk dan batas-batas wilayah
Palestina pada zaman dahulu belum dikenal secara konkrit seperti
sekarang, kecuali pada masa penjajahan Inggris atas Palestina tahun
1920-1923. Dalam perjalanan sejarahnya, penetapan batas wilayah ini
terkadang menyempit dan meluas, namun secara umum ada hal yang konstan
tentang wilayah ini bahwa ia tetap terletak di antara Laut Tengah, Laut
Mati dan Sungai Jordan sebagai bagian dari wilayah negeri Syam.
Sangat
sulit menetapkan batas-batas wilayah Palestina secara historis, karena
kajian yang kami lakukan di sini tidak mengarah kepada kajian yang
bersifat tafsili daqiq (rinci dan detail). Namun demikian kami
akan membahas sekilas tanda-tanda perkembangan historis terpenting bagi
batas-batas ini. Pada masa Bizantium, dan sampai pertengahan abad IV
masehi, wilayah Palestina terbagi menjadi tiga daerah administratif,
yaitu:
1. Palestina I: Batas wilayah ini
meliputi sebelah utara mulai dari selatan gunung Karmel dan padang Ibnu
Ameer, sebelah selatan berupa garis yang membentang dari selatan Rafah
ke arah timur sampai pertengahan Laut Mati. Perbatasan timur wilayah ini
meliputi bagian-bagian timur Yordania, garis perbatasannya melewati
selatan Bisan dan membelah sungai Yordan yang mengelilingi wilayah
antara Ajlon untuk sebelah utara dan ujung Laut Mati untuk sebelah
tenggara. Yang menjadi jantung Palestina I ketika itu adalah kota
Qasariyah yang meliputi kota al Quds, Nablus, Yafa, Gaza dan Asqalan.
2. Palestina II:
Wilayah ini meliputi pegunungan el Jalil, Maraj Ibn Ameer dan
dataran-dataran tinggi yang membentang ke arah timur dari danau
Thabriyah, yakni wilayah-wilayah bagian timur Yordania dan Suriyah
sekarangn ini.
3. Palestina III: Wilayah ini
mencakup daerah-daerah yang terletah di sebelah selatan garis Rafah –
Laut Mati, sampai Teluk Aqabah. Wilayah ini berpusat di kota al-Betraa
yang sekarang ini terletak di wilayah bagian timur Yordania.1
Ketika
Palestina masuk di bawah pemerintahan Islam pada masa kekhalifahan Umar
bin Khathab radiyallahu ‘anhu maka dianggap sebagai bagian dari negeri
Syam. Saat itu negeri Islam dibagi menjadi tujuh wilayah, dan Syam
adalah salah satu dari ketujuh wilayah tersebut. Pada masa khulafaur
Rasyidin, secara administratif negeri Syam terbagi menjadi beberapa kota
administratif, yakni kota administratif Himsh, Damaskus, Palestina dan
Yordania.
Sedang pada masa kekhalifahan Bani Umayah ditambah kota
administratif yang kelima, yaitu kota administratif Qanisrain. Wilayah
kota administratif Palestina membentang dari Rafah yang berbatasan
dengan Sinai sampai ke el Lajun, yaitu sebuah kota yang terletak setelah
18 kilometer barat laut kota Jenin. Wilayah administratif Palestina
beribukotakan Alladu sampai akhirnya Sulaiman bin Abdul Malik menjadi
wali wilayah ini pada masa kekhalifahan saudaranya, Khalifah Alwalid bin
Abdul Malik, pada tahun 86 – 97 Hijriah. Kemudian Sulaiman
memerintahkan pembangunan kota Remlah yang kemudian menjadi ibukota
wilayah ini.
Selanjutnya Palestina menjadi wilayah yang terlepas
berdiri sendiri pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah, yaitu setelah
masa pemerintahan Abu Abbas al Sifah dengan Remlah tetap menjadi sentral
pemerintahan. Setelah terlepas berdiri sendiri, Palestina terbagi
menjadi 12 Kurah (kota). Yaitu Remlah, Eilia (al Quds), Amwas, Alladdu,
Yabna, Yafa, Qaisariya, Nablus, Sabastiyan, Asqalan, Gaza, Beit Jabrain
serta bergabung ke dalamnya wilayah pinggiran, Zagar, Diyar Qaum, Lud,
Syara dan pegunungan hingga Aila di Teluk Aqabah.
Adapun kota
administratif Yordania, berdasarkan fakta-fakta kontemporer, sekarang
ini menjadi bagian wilayah timur Yordania, wilayah utara Palestina dan
selatan Lebanon. Ketika itu, Yordania merupakan kota anministratif
terkecil dari negeri Syam yang berpusat (ibukota) Thabriya, yang terdiri
dari 13 Kurah. Yaitu Thabriya, Samira, Bisan, Fuhl, Jursy, Beit Ras,
Jadr, Abil, Susiya, Shafwariya, Aka, Qadas (utara Shafad) dan Shur.
Pada
masa pemerintahan Mamalik (th 1250 – 1517), secara administratif negeri
Syam terbagi menjadi beberapa wilayah perwakilan (niyabah). Wilayah
Palestina terdiri dari tiga niyabah, yaitu Shafad, al Quds dan Gaza.
Niyabah Shafad meliputi wilayah dari utara Palestina dan selatan Lebanon
sampai ke sungai Lithani. Pada masa kekhalifahan Turki Utsmani di Syam
(th 1516 – 1918), negeri ini terbagi menjadi tiga iyalah (distrik), yaitu iyalah Damaskus, Halb dan Tharablus. Setiap iyalah terdiri dari beberapa daerah administratif yang disebut sanajiq. Ketika itu sanajiq Nablus, Gaza, al Quds, Lajun dan Shafad berada dalam iyalah Damaskus. Sanajiq Nablus meliputi bagian-bagian wilayah timur Yordania. Ketika dibentuk iyalah
baru Shaida pada tahun 1660, masuk dalam distrik ini wilayah Shafad
yang kemudian sentral pemerintahan berpindah ke Aka pada tahun 1777.
Setelah itu turut bergabung dalam iyalah Shaida kota al Quds, Nablus dan
Balqa. Dan ketika terbit sistem kewilayahan baru pada tahun 1864 iyalah
Shaida bergabung dalam wilayah (propinsi) Suriah. Dan ketika dibentuk
wilayah (propinsi) Beirut pada tahun 1887, Aka, Balqa dan tiga kota
lainya pisah dari wilayah Suriah membentuk propinsi-propinsi (wilayah)
baru. Wilayah Beirut membentang sampai penghujung jalan antara Nablus
dan al Quds, yang mencakup kota Aka dan Balqa yang berpusat di Nablus
yang meliputi pinggiran Jenin, Bani Sha’b, Jamain dan Salth. Saat itu
kota Aka mencakup pinggiran Haifa, Nashira, Thabriya dan Shafad.
Wilayah-wilayah utara Palestina ini masih tetap menjadi bagian wilayah
Beirut sampai tahun 1914. Sedangkan distrik al Quds, melihat dari
urgensi dan kekhawatiran Daulah Utsmaniyah dari ketamakan zionis Yahudi,
serta masuknya campur tangan negara asing dalam urusan al Quds, pihak
daulah memisahkannya dari Propinsi Suriah, dan dinyatakan sebagai
wilayah otonomi yang berdiri sendiri dan langsung terikat oleh
pemerintah pusat sejak tahun 1874. Wilayah ini meliputi bagian tengah
dan selatan Palestina, yang diikuti wilayah pinggiran al Quds, Yafa,
Gaza dan Hebron (al Khalil). Pada tahun 1909 dibangun pinggiran Bi’r
Sebaa yang sebelumnya merupakan bagian dari pinggiran Gaza. Melihat
kuatnya kekuasaan al Quds, beberapa kali terjadi penggabungan wilayah
Nablus (Balqa’) juga pinggiran Nashira selama tahun 1906 – 1909.
Kekuasaan otonomi al Quds ini terus berlanjut hingga akhir kekhalifahan
Daulah Utsmaniyah.2
Dari pembahasan yang agak melebar
tentang batas-batas geografis Palestina ini, kami sebenarnya hanya ingin
menegaskan beberapa makna:
- Bahwa
penamaan Palestina adalah penamaan sudah ada sejak lama (klasik). Yang
secara ghalib meliputi daerah antara Laut Tengah, Laut Mati dan Sungai
Yordan.
- Bahwa Palestina adalah wilayah bagian dari negeri Syam.
Karenanya, pembagian wilayah secara administratif, penamaan
wilayah-wilayah, perluasan sebagian wilayah dan penyempitan sebagian
yang lain, tidak pernah mempengaruhi perasaan penduduk aslinya, bahwa
mereka adalah bagian tak terpisahkan dari umat Islam yang utuh. Bahwa
loyalitas mereka kepada pemerintah takkan pernah goyah selama
pemerintahnya adalah muslim.
- Bahwa pembagian wilayah secara
administratif tidak lain hanyalah pembagian secara tekhnis belaka, untuk
membudahkan kontrol yang dilakukan oleh Daulah Islamiyah dalam rangka
mengelolah propinsi-propinsi yang ada. Bahwa perubahan itu tidak
memberikan dampak sensitif apapun pada masyarakat umum. Bahwa perubahan
ini terjadi sebagaimana terjadi pada negeri manapun saat ini. Mulai dari
perluasan, penyempitan atau penamaan kembali terhadap
propinsi-propinsi, distrik dan yang sejenisnya tanpa harus merombak
esensi kehidupan manusia. Oleh karena itu, hal yang alami apabila
wilayah utara Palestina menjadi bagian kota Yordania, juga
wilayah-wilayah timur Yordania menjadi bagian Palestina. Kemudian wajar
juga bila terjadi wilayah-wilayah utara Palestina menjadi bagian wilayah
(propinsi) Beirut, atau kota Nablus menjadi pusat propinsi Balqa’, dan
seterusnya.
- Bahwa perasaan dan wawasan sempit dan terkungkung
tidak pernah terjadi di antara mayarakat negeri Syam (dan kaum muslimin
secara umum). Bahwa kebebasan untuk berpindah-pindah, bergerak,
bermukim, bekerja dan kepemilikan adalah hal yang wajar dan alami yang
bisa dilakukan oleh semua masyarakat negeri Syam tanpa ada perasaan
sempit dan terikat.
- Bahwa pembatasan-pembatasan berdasarkan
territorial serta status kebangsaan berdasarkan domisili wilayah sangat
jauh dari kehidupan masyarakat muslim sepanjang masa pemerintahan Islam
sampai akhir kekhalifahan Daulah Utsmaniyah. Benih-benih kebangsaan dan
nasionalisme sempit tidak pernah tumbuh kecuali setelah jaman penjajahan
Barat. Namun sayang sekali hal itu tidak mengakar, kecuali dengan
munculnya negara-negara domestik Arab dan negara-nagara Islam yang
berdiri sendiri.
Telah menjadi kebiasaan orang-orang Arab
menyebut tanah Palestina dengan nama Suriah Selatan. Ini tidak lain
karena adanya anggapan bahwa Palestina merupakan bagian dari Suriah
(negeri-negeri Syam). Pada masa pemerintahan Arab di Damaskus (sejak
awal Oktober 1917 sampai Juli 1920), Palestina – meskipun dijajah
Inggris – menjadi perwakilan dalam muktamar umum Suriah. Bahkan surat
kabar Arab yang pertama kali terbit setelah penjajahan Inggris mengusung
nama Suriah Selatan (Suriya al Janubiyah). Kebanyakan tokoh-tokoh
Palestina berada di Suriah (Damaskus), diantaranya adalah para wakil
dalam muktamar Suriah yang memproklamirkan kemerdekaan Suriah pada
tanggal 8 Maret 1920. Nama ini tidak pernah lenyap dari Palestina
kecuali setelah pertempuran Meislon, penjajahan Perancis atas Suriah dan
jatuhnya pemerintahan Arab di Suriah pada Juli 1920.3
Di
bawah kolonialisme Inggris, perbatasan antara Palestina dengan Lebanon
di satu pihak dan Lebanon dengan Suriah di pihak lain. Ini berdasarkan
perjanjian Inggris – Perancis yang diadakan pada 23 Desember 1920, yang
kemudian ada beberapa perubahan pada tahun 1922 -1923. Adapun perbatasan
Palestina dengan wilayah timur Yordania ditetapkan oleh perutusan
Palestina dan wilayah timur Yordania pada awal September tahun 1922.
Dengan penetapan perbatasan ini, maka luas wilayah Palestina mencapai
27009 kilometer persegi, yang membentang antara garis 29 300 dan 33 150 lintang utara, dan antara garis 34 150 dan 35 400
bujur timur. Panjang perbatasan Palestina dengan wilayah timur Yordania
mencapai 360 kilometer, dengan Suriah mencapai 70 kilometer, dengan
Lebanon mencapai 79 kilometer dan dengan Mesir mencapi 210 kilometer.
Sedang pantai Palestina di Laut Tengah panjangnya mencapai 224
kilometer.4
Bersambung…
___
Referensi: Dr.
Muhsin Muhammad Shaleh, Warsito, Lc (pent), Ardhu Filistin wa Sya’buha
(Tanah Palestina dan Rakyatnya), Seri Kajian Sistematis tentang Issu
Palestina (1).
___
Catatan kaki:
1 Lihat Al Mausu’ah Al Filistiniyah oleh Ahmad al Mur’asyli (Damaskus: haiah al mausu’ah al filistiniyah, 1984) 2/474-475
2 Seputar pembagian administrasi Palestina pada masa Islam, lihat Al Mausu’ah Al Filistiniyah 1/119-124
3 Ijaj Nuwaihedh, Rijalun Min Filistin (Beirut: mansyurat filistin al muhtalah, 1980) hal 314 – 315
4 Al Mausu’ah Al Filistiniyah 1/124 dan Biladuna Filistin oleh Mustafa al Dibagh (Beirut: Darul Thali’ah, 1973) 1/15-21